Membaca judul ini pasti banyak orang akan protes, Islam itu hanya satu, tidak boleh ada Islam inklusif, Islam ekslusif, Islamnya NU, Islamnya Muhamamdiyah, Islamnya HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) atau Islamnya Salafi.
Dalam kenyataannya umat Islam sudah terfragmentasi dan tersegmentasi dalam berbagai kelompok dan itu tidak boleh dinafikan. Ada aliran pemikiran dalam Islam yang mengatasnamakan Islam asli sehingga semua perilaku keseharian mereka, baik ibadah, muamalah, budaya, cara berpakaian, cara makan harus sesuai dengan cara nabi. Tapi di lain sisi muncul pula pemikiran bahwa, Islam itu bukan sebuah agama turun di ruang hampa, oleh karena itu Islam itu harus bisa berinteraksi dan berkompromi dengan budaya setempat, bahkan bila perlu mengadopsi nilai-nilai lokal selama nilai-nilai lokal itu tidak bertentangan dengan akidah dan Iman islam. Dari sinilah muncul persoalan baru apakah Islam boleh mengadopsi nilai lokal atau tetap kaku dan ketat menjalankan agama meliputi semua aspeknya, sama persis dengan di jaman Nabi.
Dalam hal bernegara misalnya, ada kelompok tertentu (kalau tidak mau disebut firqoh) dalam Islam seperti HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) membawa slogan tentang pembentukan Khilafah, bahwa seolah-olah itu merupakan perintah yang bersifat fardlu ain, disamping munculnya semacam keyakinan bahwa praktek negara Khilafah dimasa lalu seolah-olah steril dari prkatek kotor berbangsa dan bernegara. Pada hal secara realistik "Tesis" yang menyatakan Khilafah itu pasti bebas dari praktek bernegara secara kotor itu perlu dipertanyakan keshahihannya". Sebab dari awalnya saja setelah sepeninggalnya Umar Ibnu Khattab dan munculnya Usman Bin Affan sampai khalifah Ali pergantian khalifah diakhiri dengan pembunuhan atau konspirasi politik. Apa lagi kalau kita mau mendalami sejarah khilafah di era Bani Abbasyiah atau bani usmaniah.
Sehingga saya lebih setuju dengan pendapat beberapa ulama termasuk Ibnu tayyimiyah bahwa, negara itu mau didirikan dalam bentuk apa saja silahkan asalkan, negara tersebut dapat menjalankan prinsip keadilan, tidak berbuat kerusakan dan negara menjamin kesejahteraan rakyatnya, sebagai mana Allah SWT berfirman dalam surah Annahl ayat 90 "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran".
Sehingga saya lebih setuju dengan pendapat beberapa ulama termasuk Ibnu tayyimiyah bahwa, negara itu mau didirikan dalam bentuk apa saja silahkan asalkan, negara tersebut dapat menjalankan prinsip keadilan, tidak berbuat kerusakan dan negara menjamin kesejahteraan rakyatnya, sebagai mana Allah SWT berfirman dalam surah Annahl ayat 90 "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran".
Problema kita sesungguhnya dewasa ini adalah bagimana kita harus menurunkan nilai-nilai ilahiah dalam Qur'an seperti "tentang keadilan" untuk dipraktekkan di dunia nyata. ketika seseorang disinggung bahwa anda tidak berIslam secara kaffah dia akan marah karena dia merasa dia sudah melaksanakan semua rukun Iman dan rukun Islam itu. Ukuran kesempurnaan berIslam bagi dia itu hanya sebatas disitu. Pada hal dalam Qur'an seorang Islam yang sempurna itu yaitu ketika dapat melaksanakan ibadah machda tapi tidak berhenti disitu tapi dia meneruskannya dengan mempraktekkan nilai-nilai ibadah machda nya itu dalam kehidupannya sehari-hari yang kita kenal dengan istilah kesholehan sosial atau kesholehan Publik.
Kalau sudah menyangkut kesholehan Publik maka pasti kita behubungan dan bersentuhan dengan semua manusia tanpa membedakan apa sukunya dan apa agamanya. Inkufisifme seperti ini harus dibangun sebagai perwujudan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. jangan sampai Islam itu hanya menjadi rahmat bagi orang Islam saja apa lagi bagi firkoh-firkohnya saja, Islam akhirnya disandera digunakan untuk pembenaran keyakinannya sembari meyalahkan keyakinan orang lain, inilah yang saya maksud dengan Islam eksklusif itu.
Rasulullah dalam piagam madinah menghormati kebebasan beragama terhadap kaum yahudi, lihat pasal 25 piagam madinah, Nabi juga bekerja sama dengan kaum Yahudi untuk bersama-sama mempertahankan dan membangun negara madinah. Inilah model negara Islam inklusif yang dibangun oleh nabi untuk pertama kalinya dalam sejarah pemerintahan Islam.
KH Ahmad Dahlan telah memberi contoh dan suri tauladan kepada kita, ketika beliau dalam melakukan dakwah Islam beliau selalu menggunakan pendekatan inklusif, beliau membangun dialog dengan tokoh-tokoh agama di luar Islam. Ketika para ulama dijamannya menolak mengajar di sekolah-sekolah Belanda, beliau lalu memilih jalan untuk menjadi pengajar di sekolah Belanda dalam rangka memperkenalkan Islam kepada murid-murid sekolah belanda waktu itu yang terdiri dari anak-anak penjajah Belanda dan anak-anak kaum priyayi. Begitu juga yang dilakukan oleh ulama-ulama pendahulu beliau, sehingga islam bisa berkembang sepesat ini. Berdakwah itu membangun pertemanan bukan permusuhan, oleh karena itu, memahami Islam itu tidak sekedar berada di wilayah halal haram, wilayah salah benar, wilayah surga neraka, tapi yang substantif itu adalah bagaimana mengajak orang dengan cara yang baik, yang santun untuk masuk surga, meninggalkan yang haram menuju kebaikan yang berkeberadaban.
KH Ahmad Dahlan telah memberi contoh dan suri tauladan kepada kita, ketika beliau dalam melakukan dakwah Islam beliau selalu menggunakan pendekatan inklusif, beliau membangun dialog dengan tokoh-tokoh agama di luar Islam. Ketika para ulama dijamannya menolak mengajar di sekolah-sekolah Belanda, beliau lalu memilih jalan untuk menjadi pengajar di sekolah Belanda dalam rangka memperkenalkan Islam kepada murid-murid sekolah belanda waktu itu yang terdiri dari anak-anak penjajah Belanda dan anak-anak kaum priyayi. Begitu juga yang dilakukan oleh ulama-ulama pendahulu beliau, sehingga islam bisa berkembang sepesat ini. Berdakwah itu membangun pertemanan bukan permusuhan, oleh karena itu, memahami Islam itu tidak sekedar berada di wilayah halal haram, wilayah salah benar, wilayah surga neraka, tapi yang substantif itu adalah bagaimana mengajak orang dengan cara yang baik, yang santun untuk masuk surga, meninggalkan yang haram menuju kebaikan yang berkeberadaban.
Wallau a'lam.
Sangadji EM,
Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Malang
Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Malang
0 comments:
Post a Comment