Home » » Tafsir At Tanwir : (QS. Al-Baqarah ayat 102 - 103) Orang-Orang Yahudi Belajar Sihir

Tafsir At Tanwir : (QS. Al-Baqarah ayat 102 - 103) Orang-Orang Yahudi Belajar Sihir

Written By Jurnalis on Saturday, June 7, 2014 | 7:30 PM

(102) Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa Kerajaan Sulaiman. Sulaiman itu tidak kafir tetapi setan-setan itulah yang kafir. Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babilonia yaitu Harut dan Marut. Padahal keduanya tidak mengajarkan sesuatu kepada seseorang sebelum mengatakan, “Sesungguhnya kami hanyalah cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kafir. Maka mereka mempelajari dari keduanya (malaikat itu) apa yang (dapat) memisahkan antara seorang (suami) dengan isterinya. Mereka tidak akan dapat mencelakakan seseorang dengan sihirnya kecuali dengan izin Allah. Mereka mempelajari sesuatu yang mencelakakan, dan tidak memberi manfaat kepada mereka. Dan sungguh mereka sudah tahu, barangsiapa membeli (menggunakan sihir) itu, niscaya tidak akan mendapat keuntungan di akhirat. Dan sungguh, sangatlah buruk perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir sekiranya mereka tahu (103). Dan jika mereka beriman dan bertakwa, pahala dari Allah lebih baik, sekiranya mereka tahu.

Terlebih dahulu dikemukakan munasabah antara ayat-ayat ini dengan ayat-ayat sebelumnya. Pada ayat-ayat sebelumnya dijelaskan bahwa nabi Muhammad diutus Allah dengan membawa wahyu yaitu Al-Qur’an yang membenarkan kitab Taurat. Namun kenyataannya adalah bahwa sebagian besar Ahli Kitab tidak memelihara kemurnian kitab mereka, sehingga mereka tidak lagi menempuh jalan yang benar. Selanjutnya dalam ayat-ayat ini, Allah menjelaskan bahwa dalam upaya dan usaha mereka untuk mengacaukan ajaran Islam, mereka berusaha untuk menyebarkan sihir yang mereka pelajari dari nenek moyang mereka sejak zaman Nabi Sulaiman. Bahkan, mereka menganggap bahwa sihir itu adalah termasuk ajaran Nabi Sulaiman.

Sihir (al-sihr) adalah berupa usaha pengelabuan penglihatan, pikiran atau perbuatan manusia.                  Al-Maraghi memaknai sihir sebagai perbuatan yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang dan juga apa sebabnya tidak mudah diketahui orang lain. Dalam hal ini ada dua pendapat ulama tentang sihir, yaitu 1) Ada yang disebut sihir gaib (celestial magic) yang dihubungkan dengan berbagai macam roh yang dipercaya menguasai planet-planet dan berpengaruh terhadap alam nyata. 2) Shir alami (natural magic) yaitu seni atau cara memanfaatkan kekuatan alam sehingga menghasilkan sesuatu yang tampak  atau terasa lain, gaib, adikodrati (supernatural).
Sihir dalam bahasa Arab banyak artinya, antara lain menyihir dan menyulap mata orang banyak dengan tongkat atau tali temali, sehingga tampak seperti ular di mata atau dalam khayal mereka. Akan tetapi telah diperingatkan bahwa perbuatan yang akan merusak kemanusiaan yang dilakukan para penyihir itu tidak akan berhasil. Hal itu karena kepercayaan kepada sihir dan praktik sihir itu adalah kufur dan berlawanan dengan keimanan (tauhid). Sihir juga berarti pesona, seperti orang yang terpesona oleh suatu penampilan atau oleh suatu retorika dalam kata-kata, seperti dalam Hadits, bahwa kefasihan sama dengan sihir, yaitu sama-sama membuat pendengarnya terpesona.

Fitnah dengan makna al-ibtila dan al-ikhtibar yang artinya cobaan dan ujian. Syayathin adalah bentuk jamak dari syaithan yang bisa berarti setan-setan, tapi juga bisa seperti manusia yang berperilaku seperti setan. Karena itu, maka makna Syayathin pada ayat di atas lebih cocok manusia-manusia yang bertingkah laku seperti setan.

Ayat 102 ini tidak terlepas dari ayat 101 sebelumnya, dijelaskan bahwa sebagian Ahli Kitab dalam hal ini sebagian pendeta-pendeta dan ulama-ulama Yahudi meninggalkan kitab mereka (Taurot) dan mengikuti bisikan manusia-manusia setan yang mengajarkan sihir pada masa Nabi Sulaiman. Mereka lebih suka mengikuti praktik sihir yang diajarkan oleh manusia-manusia setan itu di masa Nabi Sulaiman dibandingkan mengikuti dan mengamalkan kitab Taurat yang diajarkan oleh Nabi Musa. Ayat ini membantah tuduhan kelompok Yahudi yang mengatakan bahwa sihir adalah ilmu yang diajarkan Nabi Sulaiman, bahkan sampai kepada anggapan bahwa Nabi Sulaiman mendapat kekuasaan dan mencapai kejayaan berkat sihir tersebut. Oleh karenanya, mereka sepakat untuk mempelajari kitab sihir, sedangkan Kitab Taurat yang dibawa dan diajarkan Nabi Musa mereka tinggalkan. Berita tercela mengenai Sulaiman tersebut tersebar sampai datangnya Rasulullah. Kemudian Allah menurunkan ayat ini kepada Rasulullah yang membersihkan Sulaiman dari celaan tersebut.

Ayat 102 di atas menginformasikan bahwa orang-orang Yahudi mengikuti sihir yang diajarkan oleh setan di masa Sulaiman bin Daud, meskipun mereka mengetahui kalau hal tersebut salah. Mereka menuduh bahwa Sulaimanlah yang menghimpun kitab sihir dan menyimpan di bawah tahtanya, kemudian dikeluarkan dan disiarkanya. Dugaan yang demikian adalah suatu pemalsuan dan perbuatan yang tidak masuk akal (irasional), malah dipengaruhi oleh hawa nafsu. Nabi Sulaiman tidak pernah mengajarkan sihir dan tidak pula mempraktikannya karena dia mengetahui bahwa sihir itu termasuk mengingkari Tuhan yang amat mustahil dilakukan oleh seorang nabi dan rasul seperti Sulaiman. Nabi dan Rasul adalah orang yang dipelihara oleh Allah dari melakukan hal-hal yang tidak baik (ma’shum)

Mengenai Harut dan Marut yang disebutkan dalam ayat ini adalah dua orang manusia di Babilonia, sekitar Sungai Furat di Irak yang berpura-pura seperti orang bertakwa, bahkan digambarkan bagaikan dua orang malaikat yang diturunkan dari langit. Keduanya mengajarkan sihir kepada masyarakat, sementara mereka mengira bahwa ilmu yang mereka ajarkan itu merupakan wahyu dari Allah. Keduanya sangat pandai menipu dan menjadi itikad baik masyarakat kepada mereka dimana keduanya mengatakan kepada setiap orang yang ingin belajar kepada mereka berdua, “Kami hanyalah cobaan, janganlah kamu menjadi kafir,” yakni bahwa mereka para penguji “yang akan menguji kamu, akan bersyukur atau akan kufur. Maka kami menasihati kalian janganlah menjadi kafir”. Mereka berkata demikian hanyalah untuk memberi kesan bahwa ilmu yang mereka bawa itu berasal dari Tuhan. Akan tetapi tujuan yang sebenarnya adalah untuk merusak keharmonisan dalam masyarakat. Orang-orang Yahudi punya banyak tahayul. Mereka percaya bahwa sihir yang diturunkan kepada mereka melalui dua orang tersebut benar-benar dari Tuhan. Al-Qur’an datang membantah anggapan mereka yang keliru tersebut. Bahkan mengecam keras mereka yang mempelajari dan mengajarkannya. Dan terhadap orang yang mempraktikkan sihir dinyatakan oleh Allah bahwa di akhirat kelak mereka tidak mendapatkan kebahagiaan sedikit pun.

Selanjutnya Allah menjelaskan dalam ayat ini bahwa sihir tidak memberikan manfaat sedikitpun kepada manusia bahkan hanya akan memberi mudharat. Di antara bahaya yang ditumbulkan oleh sihir adalah membawa pelakunya kepada kekafiran, dan juga bisa memisahkan seseorang suami dengan isterinya, atau seorang isteri dari suaminya. Hal itu tentunya tidak sesuai dengan tujuan perkawinan dalam Islam, yaitu membina rumah tangga dalam Islam, yaitu membina rumah tangga sakinah, penuh dengan kasih dan sayang (mawaddah wa rahmah) Oleh karena itu, Allah mengancam orang yang melakukannya dengan siksaan.

Orang-orang Yahudi sebenarnya sudah mengetahui kalau sihir itu mendatangkan mudharat kepada manusia, oleh karena itu seharusnya mereka membencinya. Mereka melakukannya karena ada tujuan-tujuan jahat yang terkandung di hati mereka, yaitu untuk menyesatkan umat islam. Selanjutnya Allah menjelaskan bahwa sihir yang mereka lakukan itu sangat jelek, dan karenanya Allah menggambarkan bahwa orang memilih sihir sebagai hal yang menyenangkan baginya bagaikan orang yang menjual iman dengan kesesatan. Gambaran seperti itu adalah untuk menyingkapkan selubung mereka agar kesadaran mereka terbuka dan mengetahui bahwa manusia diciptakan untuk berbakti kepada Allah dengan ungkapan lain, andaikata mereka telah jauh tertipu, sehingga mereka beranggapan bahwa sihir itu termasuk ilmu pengetahuan dan mereka merasa puas dengan ilmu yang tidak terbukti kebenarannya dan tidak memberikan pengaruh apapun kepada jiwa seseorang kecuali dengan izin allah.

Di akhir ayat 102 ini allah menjelaskan bahwa orang Yahudi, baik sebelum maupun sesudah nabi Muhammad telah mengetahui siapa yang menukar pedoman yang terdapat dalam kitab Allah dengan sihir, maka di akherat kelak dia tidak akan mendapatkan keuntungan apa-apa. Hal ini sebenarnya telah mereka pahami dan yakini, karena dalam kitab suci mereka sihir itu dilarang, sedangkan pelaku dan pengajarnya diancam dengan siksa yang pedih. Akan tetapi, keyakinan tersebut tidak berpengaruh kepada sikap dan perbuatan mereka, terbukti dengan praktik sihir yang mereka lakukan sehari-hari. Barangkali ada keuntungan material yang mereka peroleh dari sihir tersebut, namun hal itu bukanlah manfaat, malah merupakan keburukan yang akan menjerumuskan mereka kepada kesengsaraan.

Selanjutnya ayat 103 menjelaskan bahwa jika orang-orang Yahudi percaya kepada Kitab (Taurat) mereka, dan bertakwa dalam arti mereka yang belajar sihir itu beriman kepada Allah dan takut kepada adzhab-Nya, tentulah mereka akan mendapat pahala yang besar dari Allah. Allah juga menerangkan bahwa mereka itu dalam setiap perbuatan dan kepercayaan tidak didasarkan kepada ilmu pegetahuan yang benar, karena kalau mereka itu mendasarkan keprercayaan dan perbuatan mereka itu kepada ilmu pengetahuan, tentulah mereka percaya kepada Nabi Muhammad dan mengikuti jalan yang dibawanya dan tentu saja mereka termasuk orang berbahagia. Tetapi kenyataannya mereka hanya mengikuti dugaan dan bertaklid semata bahkan mereka dikendalikan oleh hawa nafsu.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa sihir bukan berasal dari Nabi Sulaiman sebagimana anggapan orang-orang yahudi. Akan tetapi diajarkan oleh dua orang malaikat atau orang yag berpura-pura sebagai malaikat sebagai ujian bagi manusia. Ujian tersebut guna memilah mana yang benar-benar beriman dan mana pula yang tidak benar atau lemah imannya.

Sihir dengan berbagai bentuknya sepanjang masa adalah perbuatan yang perlu diwaspadai dan dijauhi karena bisa menyeret pelakunya kepada kekafiran atau kemusrikan. Bahkan di samping itu akan berdampak negatif terhadap keutuhan keluarga dan kerukunan serta kententraman masyarakat.
(suaramuhammadiyah/SP)
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Rilis Berita Islam - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger