“Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran.” (Q.S. Al Baqarah [2] : 109)
Dr. Walter Bonar Sidjabat pernah menulis fungsi gereja dalam kaitannya dengan misi kristenisasi. Walter mengatakan, “…Guna penuaian panggilan inilah gereja-gereja kita berserak-serak di seluruh penjuru Nusantara agar rakyat yang bhineka tunggal ika, yang terdiri dari penganut berbagai agama dan ideologi dapat mengenal dan mengikuti Yesus Kristus.” [Panggilan Kita di Indonesia Dewasa Ini]
Kalimat tersebut di atas dikutip oleh Ustadz Adian Husaini dalam Catatan Akhir Pekan beliau yang berjudul “Untuk Apa Gereja Dibangun?”. Sedangkan Dr. Walter Bonar Sidjabat adalah seorang tokoh Kristen Batak.
Menurut Adian, jika mengikuti pemikiran tokoh Kristen Batak ini, bisa dipahami bahwa kehadiran sebuah gereja bagi kaum Kristen bukanlah sekedar persoalan “kebebasan beribadah” atau “kebebasan beragama”. Banyak kalangan Muslim dan mungkin juga kaum Kristen sendiri yang tidak paham akan eksistensi sebuah gereja. Pendirian sebuah gereja bukan sekedar pendirian sebuah tempat ibadah, tetapi juga bagian dari sebuah pekerjaan Misi Kristen; agar masyarakat di sekitarnya “mengenal dan mengikuti Yesus Kristus”. Oleh karena itu, tepat jika dikatakan pendirian sebuah gereja terkait erat dengan misi kristenisasi.
Apabila sebuah masjid dibangun karena kebutuhan sejumlah masyarakat muslim di lingkungan tersebut untuk shalat dan ibadah lainnya secara berjama`ah, maka sebuah gereja bisa dibangun tanpa keberadaan sejumlah anggota jemaatnya. Faktanya memang demikian, mereka bisa membangun sebuah gereja yang besar meskipun di lingkungan sekitar hanya ada 1 keluarga jemaat gereja. Karena tujuan utama pembangunan gereja bukanlah untuk beribadah bersama sejumlah anggota masyarakat di lingkungan sekitar. Akan tetapi lebih kepada kepentingan mengkristenkan masyarakat setempat.
Strategi Pembangunan Gereja
Menurut Ustadz Bernard Abdul Jabbar, pembangunan gereja merupakan salah satu upaya strategis untuk melakukan kristenisasi. Ustadz Bernard, yang notabene mantan misionaris ini tentu paham betul apa saja modus dan strategi pihak Kristen untuk menjalankan misinya.
Menurut beliau, paling tidak ada tiga tahapan kristenisasi. Pertama, memberikan bantuan dana (donate now); Kedua, memberikan pelayanan dan melayani (opportunies to serve); Ketiga, mengajak bergabung dalam ritual (join us in prayer).
Tahapan-tahapan itu dijalankan dengan beberapa modus dan strategi, yaitu: Penyamaran Identitas, Aksi Bantuan Sosial, dan Pembangunan Gereja.
Gereja dibangun sebagai pusat operasi berbasis sosial kemasyarakatan dan lintas kultural. Gereja didirikan dengan pola gerakan rahasia sehingga masyarakat, umat ini tidak menyadari bahwa di wilayah tempat tinggal mereka sedang terjadi proses pembentukan aktivitas kristenisasi terselubung. Biasanya, masyarakat baru menyadari hal ini ketika gereja sudah berdiri tegak, eksis dengan program-programnya, memiliki jaringan yang kuat dan sudah berhasil menciptakan ketergantungan sosial-ekonomi.
Sebelum mendirikan sebuah gereja, tahapan yang harus dilakukan adalah membentuk Persekutuan Rumah Tangga (PERMATA). PERMATA bermula dari pertemuan do’a kecil atau serikat do’a internal. Bisa juga berbentuk persekutuan rumah tangga dari beberapa jemaat gereja. Jika tahapan ini berhasil luput dari pantauan masyarakat, maka selanjutnya didirikanlah ‘gereja perintis’, dan kemudian menjadi ‘gereja satelit’. Gereja Satelit adalah gereja penopang dari induk gereja yang ada di kota tersebut. Jika hal ini berhasil dicapai, maka selanjutnya adalah mendirikan gereja permanen.
Menghalalkan Segala Cara
Untuk mewujudkan misi mereka dalam mendirikan gereja, mereka bisa melakukan apa saja. Sebagaimana sudah kita kenal, misi Kristen diemban dengan melakukan berbagai cara tipu muslihat dan kejahatan lainnya. Untuk mengkristenkan seseorang, bahkan cara ‘Memacari–Menghamili–Menikahi’ sudah maklum bagi mereka. Seperti itu pula cara untuk membangun gereja. Mereka bisa memalsukan tandatangan, menyogok aparat, mengadu-domba ormas Islam dan memfitnah para tokoh.
Masih menurut Ustadz Adian, sejak awal mula misi dijalankan, Gereja sudah menyiapkan diri untuk melakukan konfrontasi, khususnya dengan umat Islam. Bahkan, konfrontasi itu harus dilakukan dengan mengerahkan jiwa dan raga demi kemuliaan Tuhan.
Kesimpulan beliau bukan tanpa alasan. Tanpa perlu membaca buku tersebut pun kita sudah bisa menyaksikan beberapa kasus terakhir yang menunjukan betap brutalnya misi ini dijalankan. Tengok saja kasus Ciketing di Bekasi dan GKI Yasmin di Bogor. [mrh/tabligh.or.id]
0 comments:
Post a Comment